TUGAS PSIKOLOGI MANAJEMEN (ke-6)
Achmad Firmandias
Arie Fitria
Dwi Mayang Sari
Intan Permata Sari
Reiza Maulana
3 PA 06
Definisi/Pengertian Teori Perilaku Teori X dan Teori Y (X Y Behavior Theory) Douglas McGregor
Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori x atau teori y.
A. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
B. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja.
Ini adalah salah satu teori kepemimpinan yang masih banyak penganutnya. Menurut McGregor, organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Teori.Y.
Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Lebih lanjut menurut asumís teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakekatnya adalah:
- Tidak menyukai bekerja.
- Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah.
- Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi.
- Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
- Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mncapai tujuan organisasi..
Untuk menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumís teori Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Secara keseluruhan asumís teori Y mengenai manusia adalah sbb :
- Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan lepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
- Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
- Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan.
- Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
- Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan desempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
Sistem Manajemen dari Rensis Likert
Likert menemukan bahwa leader yang produktif menerangkan dengan jelas tujuan kepada pengikutnya, kebutuhan apa saja yang perlu dicapai dan memberikan mereka kebebasan untuk melakukan pekerjaannya. Para leader tersebut lebih memperhatikan pekerjanya daripada pekerjaannya (employee-centered dan job-centered).
Pada studinya, Likert menemukan bahwa kegagalan gaya manajemen sebuah organisasi dapat berkesinambungan antara sistem 1 hingga sistem 4, yaitu:
Asumsi dasar
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik. Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
- Sistem pertama: sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
- Sistem kedua: sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen organisasi berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada diatas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.
- Sistem ketiga: sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.
- Sistem keempat: sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian.
Pada periode studi Likert, sepertinya tipe leader yang demokratis adalah yang paling ideal, tetapi, berdasarkan definisi proses leadership adalah fungsi dari leader, pengikut dan variabel situasional, tidak mungkin mengimplementasikan salah satu tipe leadership saja pada semua situasi.
Model Leadership Continuum
Teori ini merupakan hasil pemikiran dari Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt. Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan :
- Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
- Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
- Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
- Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
- Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting).
- Pemimpin menentukan batasan – batasan dan minta kelompok untuk membuat peputusan.
- Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas – batas yang ditentukan (joining).
Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :
- Berorientasi kepada pemimpin.
- Berorientasi kepada bawahan.
Daftar Pustaka
Sunyoto Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas Indonesia.
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.
0 comment:
Posting Komentar